Teh Talua (Teh Telur) Sumatera Barat


Teh Talua

Apabila kita berkunjung ke Padang Sumatera Barat, maka kita bisa menikmati sajian minuman khas ala kuliner Minang. Salah satunya adalah Teh Talua atau biasa disebut Teh Telur yang berasal dari daerah Padang Pariaman. Minuman ini berkhasiat menambah stamina. Cocok untuk diminum di pagi hari sebelum kita beraktivitas. Atau sebagai minuman penghangat yang dapat menemani kita dikala hujan turun. Dan tidak sulit untuk membuat minuman Teh Talua ini.

Resep Teh Talua:
– 1 butir telur ayam kampung
– 2 sendok teh gula pasir
– 2 gram bubuk teh seduh
– Susu kental manis
– Madu
– Susu bubuk rasa coklat

Cara Membuat Teh Telur:
Siapkan secangkir gelas, pecahkan satu buah telur ayam dan gunakan kuning telurnya saja. Masukan 2 sendok teh gula pasir, lalu aduk dengan rata (kocok). Seduh 2 Gram (kuantitas sesuai selera) Teh dengan air hangat dan tunggu hingga teh terseduh dengan sempurna. Teh yang sudah terseduh dituangkan perlahan-lahan ke gelas yang berisi kuning telur tadi. Usahakan agar adonan jangan sampai pecah. Lalu, tambahkan Teh Telur tadi dengan susu kental manis. Bisa juga ditambahkan dengan madu atau susu bubuk coklat (sesuai selera). Voilaaa, jadilah Teh Talua.

Teh telur yang belum diaduk ketika dicicipi, rasa yang didapat lebih personil ke bahan-bahan utama, yaitu telur & teh. Rasanya unik. Sedangkan, teh yang sudah diaduk ketika dicicipi, rasanya lebih kearah karamel. Ini mungkin karena pengaruh dari susu kental manis.

Teh Talua, sajian maknyus yang bisa dinikmati pada saat kita berkunjung di Kota Padang. Have a nice try!

Tim eLKaPe Indonesia Menggapai Puncak Kerinci 3.805 Mdpl


TANGERANG – Pendakian gunung kerinci 3.805 Mdpl (Kersik Tuo – Jambi) akhirnya dapat dilakukan dengan lancar sesuai dengan rencana. Tim pendaki gunung dari eLKaPe Indonesia kali ini berjumlah 16 orang dan berasal dari berbagai daerah, diantaranya Tarakan, Banjarmasin, Sidoarjo, Tangerang, Palembang, Bandung dan Jakarta. Sebelumnya, semua anggota tim pendaki berkumpul di Base Camp Johan Kerinci pada Jum’at pagi tanggal 17 Nopember 2012.

Pendakian gunung Kerinci dimulai setelah selesai sholat Jum’at, yaitu jam 15.00 WIB. Dengan didampingi oleh 2 porter, akhirnya tim bergegas menuju target hari pertama pendakian yaitu Shelter 1.

Trek pendakian Kerinci dimulai dari Gerbang Pintu Rimba, Pos 1, Pos 2, Pos 3 dan kemudian Shelter 1. Medan yang ditempuh masih agak landai dan tidak terlalu menanjak. Dan sekitar pukul 20.00 WIB, akhirnya seluruh tim telah tiba di Shelter 1 yang menjadi tempat membuka tenda sebelum melanjutkan pendakian menuju Shelter 3 Gunung Kerinci.

Pendakian hari kedua, yaitu Sabtu tanggal 18 Nopember 2012 dimulai pada pukul 09.00 WIB. Tim kembali melanjutkan pendakian Kerinci untuk menuju Shelter 2 dan 3. Dengan medan pendakian yang cukup terjal dan trek mendaki yang panjang, terutama trek Shelter 2 menuju Shelter 3.

Sekitar pukul 14.30 WIB, seluruh tim akhirnya tiba di Shelter 3. Lokasi untuk membuka tenda pada Shelter 3 agak terbuka tanpa ada pohon tinggi di sekeliling lokasi. Dan ketinggian Shelter 3 ada pada ketinggian 3.300 Mdpl. Cuaca pada saat itu cerah namun berkabut dan suhu pada malam harinya tidak terlalu dingin.

Minggu jam 03.30 pagi, tim bersiap untuk melakukan pendakian menuju Puncak Gunung Kerinci. Namun, hujan sudah mulai turun, dan akhirnya rencana summit harus ditunda sampai hujan sedikit reda.

Pada jam 05.00 pagi, hujan sudah mulai reda. Tim memutuskan untuk berangkat melakukan pendakian menuju puncak gunung Kerinci. Jalan yang dilewati kombinasi antara jalan berpasir dan jalan berbatu kerikil. Meski begitu, tim tetap semangat dalam menggapai puncak Kerinci.

Minggu tanggal 19 Nopember 2012, mendekati jam 08.00 WIB seluruh anggota tim akhirnya menggapai puncak Kerinci yang merupakan gunung berapi tertinggi di Indonesia. Dan cuaca pada saat itu pun sangat cerah dengan suhu rata-rata 8 derajat. Diatas puncak, tim menikmati pemandangan kawah Kerinci dan tampak jelas Samudera Hindia dari atas puncak.

Tim eLKaPe Indonesia di Puncak Kerinci 3.805 Mdpl

Setelah 1 jam menikmati kemegahan dari atas ketinggian Kerinci, akhirnya tim bergegas turun kembali menuju Shelter 3. Dan pada jam 12.30 siang, kondisi hujan menemani perjalanan tim pada saat turun dari Shelter 3. Jalan tanah yang berubah menjadi licin dan berbentuk lumpur agak sedikit menyulitkan tim. Meski begitu, semua anggota tim dapat kembali ke Base Camp Johan Kerinci dengan selamat pada hari Minggu 18 Nopember 2012 jam 19.00 WIB.

(admin)

Di Antara Nusa Indonesia


Nusantara Indonesia

Nusantara Indonesia

Nusantara yang terdiri dari dua suku kata, yaitu Nusa dan Antara. Nusa berarti Pulau, sehingga Indonesia merupakan negara diantara pulau-pulau.

Diantara Pulau Sumatera hingga Pulau Jawa. Diantara Pulau Kalimantan hingga Pulau Sulawesi. Diantara Pulau Bali hingga Pulau Nusa Tenggara. Diantara Pulau Maluku hingga Papua.

Diantara keragaman suku bangsa. Diantara keragaman ras. Diantara keragaman agama. Diantara keragaman bahasa.

Negeri ini melimpah dengan potensi hasil buminya. Negeri ini melimpah dengan potensi bawah lautnya. Negeri ini melimpah dengan jumlah penduduknya. Negeri ini melimpah dengan keindahan alamnya.

Dan diantara itu semua, masih tersimpan sebuah semangat dan kekuatan yang dahulu pernah terkuak sebagai sebuah negeri penuh dengan kejayaan. Satu Indonesia yang masih tetap tersimpan didalam, menanti untuk Dilihat (Kembali).

(Haryo Bimo Suryaningprang)

Sandi Morse


Masih ingat dengan sandi yang terlihat pada gambar diatas? Sudah lupa? Morse, adalah nama jenis sandi tersebut. Kode Morse diciptakan oleh Samuel Finley Breese Morse yang merupakan seorang seniman dan rekannya Alfred Vail pada tahun 1836. Mereka berdua berkebangsaan Amerika dan turut mengembangkan mesin telegraf.

Sandi Morse adalah sistem representasi huruf, angka, tanda baca dan sinyal dengan menggunakan kode titik dan garis yang disusun mewakili karakter tertentu pada alfabet atau sinyal (pertanda) tertentu yang disepakati penggunaannya di seluruh dunia.

Sandi morse pertama kali digunakan secara luas setelah teknologi radio dan telegrafi berkembang pesat di akhir abad ke-19. Pada masa awal perkembangannya hingga pertengahan abad ke-20, kode morse yang dikirim melalui telegraf adalah media komunikasi yang jangkauannya terluas dan tercepat, dan menjadi sarana utama pengiriman berita di kantor-kantor pos di seluruh dunia hingga saat telepon menjadi populer di masyarakat. Selain itu, fungsi sandi morse sebagai pengirim pesan secara cepat dan singkat cocok digunakan dalam kegiatan angkatan bersenjata di seluruh dunia. Darat, laut maupun udara. Cara penggunaan sandi Morse dapat dilakukan dengan :

  1. Suara/Bunyi, dengan menggunakan peluit, terompet dsb
  2. Sinar/Nyala, dengan menggunakan senter, lampu, api dsb
  3. Gerak, dengan menggunakan bendera, asap, lambaian tangan dsb
  4. Tulisan, dengan menggunakan sandi, kode dsb
  5. Denyut Listrik, dengan menggunakan kabel telegraph

Meskipun pada saat ini penggunaan sandi morse tidak populer lagi dikalangan masyarakat sebagai alat komunikasi. Namun, penggunaan sandi morse masih bermanfaat sebagai salah satu alternatif pengirim pesan. Morse masih sering digunakan dalam kondisi darurat, seperti bencana alam dan kegiatan misi kemanusiaan.

Apabila pernah mengikuti Pramuka (Praja Muda Karana) pada saat SD, SMP atau SMA, maka sandi ini menjadi menu wajib untuk diajarkan kepada para Pramuka. Pada setiap kegiatan Pramuka baik individu maupun kelompok, biasanya akan ada ujian yang didalamnya terdapat beberapa sandi untuk dipecahkan, termasuk sandi Morse. Kemampuan menerima dan mengirimkan kode morse merupakan salah satu dari kecakapan yang dapat menerima Tanda Kecakapan Khusus. Dalam dunia kepramukaan kode morse disampaikan menggunakan senter atau peluit pramuka. Kode morse disampaikan dengan cara menuip peluit dengan durasi pendek untuk mewakili titik dan meniup peluit dengan durasi panjang untuk mewakili garis.

Dibawah ini adalah bentuk sandi Morse yang dikategorikan kedalam Huruf, Tanda Baca dan Angka. Jadi, selamat bermain dengan sandi Morse.

Huruf

  • A • –
  • B – • • •
  • C – • – •
  • D – • •
  • E •
  • F • • – •
  • G – – •
  • H • • • •
  • I • •
  • J • – – –
  • K – • –
  • L • – • •
  • M – –
  • N – •
  • O – – –
  • P • – – •
  • Q – – • –
  • R • – •
  • S • • •
  • T –
  • U • • –
  • V • • • –
  • W • – –
  • X – • • –
  • Y – • – –
  • Z – – • •

Tanda Baca :

  • . • – • – • –
  • , – – • • – –
  • : – – – • • •
  • – – • • • • –
  • / – • • – •

Angka :

  • 1 • – – – –
  • 2 • • – – –
  • 3 • • • – –
  • 4 • • • • –
  • 5 • • • • •
  • 6 – • • • •
  • 7 – – • • •
  • 8 – – – • •
  • 9 – – – – •
  • 0 – – – – –

Pesona Ranu Kumbolo


Ranu Kumbolo, danau yang terletak di Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru (Lumajang – Jawa Timur), berada di ketinggian 2.400 Mdpl. Ranu disini berarti air/kolam/danau, dan Kumbolo berarti tempat berkumpul. Jika mendefinisikan arti Ranu Kumbolo dengan lokasi aslinya, maka arti danau untuk tempat berkumpul sangatlah cocok. Ranu Kumbolo memang tempat yang bagus untuk berkumpul.

Apabila kita mendaki Gunung Semeru, maka tempat ini menjadi tempat favorit para pendaki untuk mendirikan tenda sebelum melanjutkan perjalanan mereka menuju Puncak Gunung Semeru. Suhu dingin akan sangat terasa disekitar danau, terutama pada malam hari. Ranu Kumbolo memiliki panorama yang terkenal dikalangan para penikmat alam, yaitu pergerakan matahari terbit yang akan muncul diantara dua bukit, sehingga akan menghasilkan sebuah pemandangan yang sangat indah untuk dilihat. Selain itu, pergerakan kabut tebal yang melewati dua bukit juga akan sering kita nikmati.

Untuk menuju Ranu Kumbolo, kita dapat menempuhnya dari Desa Ranu Pane. Ranu Pane sendiri merupakan pos awal pendakian Gunung Semeru, terletak di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Dengan berjalan kaki, jarak yang ditempuh dari Desa Ranu Pane ke Ranu Kumbolo adalah 9,5 KM. Dan akses untuk menuju Desa Ranu Pane bisa melalui Pasar Tumpang yang berada di Malang. Dari pasar Tumpang menuju Ranu Pane, kita bisa menggunakan berbagai macam alternatif cara, seperti motor, Jeep, Truk, sepeda maupun berjalan kaki.

Go Click KWPLH dan Perjalanan Menuju Canopy Bridge Bukit Bangkirai


“Jl. Soekarno Hatta KM.38… Belok Kiri, lalu terus saja hingga ketemu Tanda Kawasan Wisata Bukit Bangkirai”

Kalimat diatas adalah patokan kami untuk menuju Bukit Bangkirai. Tujuan kami di hari kedua, setelah sehari sebelumnya saya dan istri saya menikmati jalan-jalan mengelilingi Kota Balikpapan. Bukit Bangkirai menjadi pilihan destinasi wisata kami, karena di kawasan ini kami bisa menikmati suasana hutan alami. Bukit Bangkirai merupakan sebuah kawasan hutan yang banyak dipenuhi oleh pohon Bangkirai. Dan yang menjadi Primadona dari kawasan wisata ini adalah sebuah Jembatan Gantung atau disebut Canopy Bridge. Jembatan ini terpasang diantara pohon Bangkirai yang menjulang tinggi keatas dengan ketinggian kurang lebih 30 Meter. Anda takut ketinggian? Mungkin jembatan ini bisa menjadi penghubung untuk melawan rasa takut anda.

Pohon Bangkirai (Shorea Laevefolia Endent) termasuk dalam famili Dipterocarpaceae. Kayu dari pohon Bangkirai cocok untuk digunakan sebagai bahan baku furniture, konstruksi bangunan, bantalan kereta api, gentong kayu. Dan untuk pembuatan kapal biasa digunakan pada gading, senta, kulit dan dudukan mesin.  Di dalam negeri lebih dikenal dengan nama kayu Bangkirai, sedangkan di luar Indonesia lebih dikenal dengan nama Yellow Balau atau kadang hanya disebutkan Balau, yang sebenarnya merupakan nama dari Malaysia. Kayu ini hanya ditemukan banyak di Indonesia, Malaysia & Filipina. Khusus di Indonesia, pohon ini banyak terdapat di hutan hujan tropis di Pulau Kalimantan. (Sumber: http://www.tentangkayu.com)

Dengan menggunakan sepeda motor sewaan, saya dan istri berangkat dari Jl. Jend. Ahmad Yani, Balikpapan sekitar pukul 10.00 WITA dengan tujuan utama, yaitu Bukit Bangkirai. Saya berasumsi bahwa jarak 38 Kilometer ini tidaklah terlalu jauh, bisa ditempuh dalam waktu 30-45 menit, karena tidak adanya kemacetan. Selain itu, jalan yang dituju adalah jalan utama apabila kita ingin menuju ke Kota Samarinda. Tampaknya, saya akan menikmati perjalanan ini dengan istri saya.

Sebelumnya kami mampir dulu sebentar ke Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH) di Jl. Soekarno Hatta KM.23, Balikpapan. Hanya butuh waktu 30 menit dari tengah kota Balikpapan. Jika dari kota Balikpapan, masih ada angkutan umum yang menuju kesini yaitu Nomor 8. Singkatnya, pada kawasan ini terdapat sebuah areal hutan seluas 1,3 Hektar yang disebut “Enkloser Beruang Madu“. Menurut informasi dari staf KWPLH, enkloser ini menjadi tempat beberapa beruang madu yang didapat dari hasil sitaan. Disini kita bisa melihat aktivitas dari beruang madu dan bisa mempelajari binatang yang menjadi maskot dari kota Balikpapan. Berapa biaya untuk masuk ke KWPLH? Gratis! Kalian bisa melihat informasi mengenai KWPLH pada link dibawah ini, you should check it out :

http://www.facebook.com/KWPLH.Balikpapan/
http://kwplh.beruangmadu.org/

Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup. Jl. Soekarno Hatta Km.23, Balikpapan.

Cuaca cukup panas kami rasakan pada saat kami berada di KWPLH, hal ini yang membuat kami agak sedikit lama berada disini. Hampir 2 jam kami berada di KWPLH. Dan di aula sedang diputar video tentang jenis-jenis beruang di seluruh dunia. Saya dan istri istirahat sejenak untuk menonton sambil leyeh-leyeh di aula. Ternyata, tempat ini enak juga untuk ngadem. Silahkan mencoba.

Waktu menunjukkan pukul 13.00 WITA, kami harus melanjutkan perjalanan kami menuju Bukit Bangkirai. Dari KWPLH menuju Bukit Bangkirai, kami prediksi akan memakan waktu selama 30 menit. Ya itu sih hanya sebatas prediksi saja meskipun kami belum pernah ke Bukit Bangkirai. Sebagai informasi tambahan, dari KWPLH sudah tidak ada angkutan umum yang langsung menuju Bukit Bangkirai. Kita bisa memilih beberapa alternatif, diantaranya menggunakan bus antar kota yang nantinya kita akan turun di perempatan KM.38 dan dari perempatan akan diteruskan dengan menggunakan Ojeg hingga sampai ke Bukit Bangkirai. Atau memilih alternatif seperti kami, yaitu menyewa sepeda motor. Alternatif yang kami pilih ternyata lebih memudahkan perjalanan-perjalanan kami selama di Balikpapan, termasuk perjalanan ke Bukit Bangkirai. Dan jangan lupa untuk mengisi penuh tangki bensin motor yang kita bawa.

Motor pun melaju hingga kami menemukan tanda jalan di perempatan Jl. Soekarno Hatta KM 38. Apabila jalan terus kita akan menuju Samarinda, dan kiri ke Samboja. Langsung saja kita ambil kiri arah Samboja. Bukit Bangkirai memang terletak di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara. Dan tidak jauh dari perempatan, kami langsung menemukan tanda “Bukit Bangkirai 20 KM lagi“.

“20 KM lagi? Ternyata jalan kita masih jauh bun. Kirain udah deket dari KM 38.” ucap saya kepada istri.

Menikmati jalan utama menuju Kawasan Wisata Bukit Bangkirai

Mau gimana lagi, perjalanan harus tetap dilanjutkan. Syukurlah, perjalanan kali ini saya ditemani istri dan “Dede”. 20 KM jalan yang berkelok-kelok dan terkadang berlubang ini bisa kami nikmati dengan beberapa obrolan selama perjalanan. Kondisi jalan yang seperti ini masih saya anggap bagus, dibandingkan beberapa jalan di pedalaman Kalimantan yang pernah saya alami dulu. Dan terkadang, pemandangan yang saya lihat sepanjang perjalanan menuju Bukit Bangkirai ini hampir mirip dengan pemandangan yang pernah saya lihat di jalan daerah Rangkasbitung, Banten. Jalan beraspal dengan hutan berbukit-bukit disampingnya.

Kita masih harus masuk beberapa kilometer lagi apabila melihat tanda Kawasan Wisata Alam Bukit Bangkirai ini.

Syukurlah tanda Kawasan Wisata sudah terlihat. Letaknya ada disebelah kiri jalan. Perjalanan dari KM 38 memakan waktu setengah jam. Kami pun segera menyusuri jalan yang ada setelah memasuki tanda Kawasan Wisata tersebut. Asumsi kami, adanya tanda kawasan yang kami lewati tadi menandakan lokasi yang kami tuju sudah dekat. Ternyata, kami masih harus berjalan beberapa kilometer lagi. Ya sudahlah, mau tak mau harus dijani toh.

Jalanan dari Tanda Masuk Kawasan sebagian sudah bagus dan sebagian masih berupa tanah bergelombang.

Sedikit informasi, bahwa kondisi jalan di 2 (dua) kilometer pertama dari tanda kawasan wisata masih berupa aspal, hanya saja terdapat kawat permanen yang timbul di jalan beraspal ini. Entah karena belum sempurna pengerjaannya atau memang dibiarkan seperti itu kondisi jalannya. Saya sarankan agar berhati-hati dalam melewati jalan beraspal ini. Setelah kami menikmati jalanan beraspal sepanjang kurang lebih 2 KM, jalanan yang kita lewati pun berubah menjadi jalan tanah-tanah bergelombang tanpa aspal. Saya segera melambatkan laju motor ketika melewati jalan tanah ini, karena sedikit khawatir dengan guncangan yang ada. Maklum, takut bangunin “Dede”.

Gerbang Kawasan Wisata Alam Bukit Bangkirai ini menandakan, kita telah tiba di lokasi.

“Alhamdulillah, nyampe juga kita bun!” tegas saya kepada istri ketika melihat gerbang kedua Kawasan Wisata Alam Bukit Bangkirai.

Kami pun tiba di lokasi Kawasan Wisata Alam Bukit Bangkirai. Lokasi yang terlihat bukan seperti tempat wisata, tapi lebih terlihat seperti sedang mengunjungi kantor Afdeling sebuah perusahaan perkebunan/kehutanan yang terletak di pedalaman hutan. Tentu saja, Kawasan Wisata Alam Bukit Bangkirai memang dikelola langsung oleh sebuah BUMN yaitu PT INHUTANI I (Persero). Kami pun segera mencari tempat parkir motor yang ada. Kami hanya dipungut bayaran Rp2.000,- ketika tiba ditempat parkir dan itu juga sudah dianggap sebagai tiket masuk ke Kawasan Wisata ini.

Hampir pukul 14.00 WITA, dan kami belum menunaikan ibadah shalat Dzuhur. Segera saja kami mencari lokasi Masjid atau Mushola yang ada disini. Kami pun ditunjukkan lokasi Mushola oleh bapak penjaga parkir, dan lokasinya tidak jauh dari tempat parkir motor. Nama Nurul Sajaroh terlihat ketika kami mendekati Mushola yang sederhana ini. Nurul berarti Cahaya, Sajaroh berarti Pohon. Mushola Pohon Bercahaya? atau Mushola Bercahayakan Pohon? Saya rasa arti yang kedua lebih pas untuk mendefinisikan Mushola ini. Okelah, mari menunaikan ibadah shalat Dzuhur.

Mushola yang ada di lokasi Kawasan Bukit Bangkirai.

Mushola Nurul Sajaroh di Bukit Bangkirai

Selesai shalat, kami mau mengisi perut kami dulu sebelum melanjutkan ke lokasi yang disebut Canopy Bridge. Di lokasi ini hanya ada satu tempat makan, jadi apapun menunya asalkan halal, monggo dilahap saja. Dan menu yang tersisa saat itu gak jauh dari mie instant. Sekali lagi, monggo dilahap saja.

Sesi lahap melahap selesai, gak perlu lama-lama, mari kita langsung cuss ke Canopy Bridge. Kami berjalan ke arah kiri, disana ada papan penunjuk arah “Canopy Bridge 500 Meter”. Kita harus sedikit treking masuk ke hutan. Lumayan, bisa sedikit olahraga bareng istri dan “Dede”. Langkah yang kami ambil pun tak terlalu tergesa-gesa, karena kami ingin menikmati perjalanan yang ada dengan suasana hutan alam di Bukit Bangkirai ini.

Start awal treking menuju lokasi Canopy Bridge

Tanda “Entrance Bukit Bangkirai Area” terlihat. Dari sini kita akan memasuki trek yang sedikit mendaki. Karena istri saya sedang hamil, saya berkewajiban bertanya kepada istri saya mengenai trek mendaki ini.

Gak apa-apa nih jalan mendaki dikit?” tanya saya ke istri.

Istri saya menjawab: “Ya gak apa-apa. Masa udah sampe sini, gak mau dijalani. Gak terlalu jauh ini kan? Nanggung lah. Tapi pelan-pelan aja yah jalannya.”

“Minta ijin dulu gih sama Dede.” saran saya kepada istri.

Meskipun “Dede” belum lahir ke dunia, kami sebagai calon ayah dan ibu terkadang memiliki kebiasaan untuk ngobrol sama “Dede”. Baik itu dirumah, dijalan atau dimanapun. Mungkin komunikasi seperti ini juga dilakukan oleh para calon ayah dan ibu di seluruh dunia. Alhamdulillah.

Trek I Berjarak 150 Meter.

Treking berlanjut. Ada 2 trek yang harus kami lewati, yaitu Trek I yang jaraknya 150 M dan Trek II dengan jarak 300 M. Dari awal, trek I sudah terlihat agak mendaki. Saya berjalan dibelakang istri saya untuk mengawasi langkah-langkah yang dia ambil. Terkadang istri saya mengusap perutnya, itu cara dia untuk berbicara dan menjaga bayi yang ada didalam kandungannya.

Terkadang saya nyeletuk: “Asik, Dede sudah mulai mendaki bareng bunda dan bwapaknya.. Hehehehe

Sedikit mendaki. Istri tetap mencoba menikmati perjalanan.

Pada saat kami melakukan treking, tidak ada orang lain didepan maupun dibelakang kami. Kami bisa semakin menikmati suasana hutan yang masih alami disini. Suara khas serangga hutan maupun burung turut menemani suara canda dan tawa kami. Selain itu, kita juga bisa melihat beberapa pohon yang diberi nama sesuai dengan nama yang mendonasikan pohon untuk ditanam di Bukit Bangkirai ini. Pohon yang kami lihat dengan nama-nama tersebut telah tumbuh cukup besar.

Trek II (Djamaludin) berjarak 300 Meter.

Bukit Bangkirai diresmikan pada tanggal 14 Maret 1998 oleh Ir. Djamaluddin Suryohadikusumo yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Kehutanan Kabinet Pembangunan VI. Dan nama Djamaluddin ini terpampang sebagai nama Trek II di Kawasan Bukit Bangkirai. Jarak Trek II ke lokasi Canopy Bridge adalah 300 Meter. Masih dengan kondisi trek agak mendaki, kami terus menjalaninya. Selangkah demi selangkah.

Suasana hutan Bangkirai

Lokasi Canopy Bridge

Tak butuh waktu lama untuk menyusuri trek I dan trek II. Treking selama 15 menit, akhirnya kami tiba di lokasi Canopy Bridge. Tanah datar yang cukup luas dan dikelilingi oleh pohon-pohon besar. Suasana rimbun dan sejuk akan kita rasakan di lokasi ini. Mari sejenak kita hirup udara bersih ini.

Tangga Keatas yang menuju Canopy Bridge Bukit Bangkirai

Ketika memasuki Gerbang Canopy Bridge, dari sini kita langsung bisa melihat adanya tangga kayu yang menjulang tinggi keatas . Tangga ini yang akan membawa kita ke Jembatan diatas ketinggian 30 Meter. Dan untuk menaiki tangga ini, kita harus mengeluarkan uang sebesar Rp15.000,- per orang. Dan membayar kepada bapak-bapak yang menjaga didekat tangga tersebut.

“Aku takut ketinggian nih.” ucap istri saya sambil memegang kepala dengan tangannya.

“Ya terserah kamu, mau naik atau enggak. Udah jauh-jauh gini, ngelewatin jalanan rusak, masa gak mau naik sih. Piye toh. Aku sih tetep naik walau aku juga takut ketinggian” balas saya.

Akhirnya, istri saya memberanikan diri asalkan saya harus menemani dan tidak boleh jauh-jauh dari dia selama diatas. Yoweslah, permohonan menemani dikabulkan. Wong istri sendiri kok. Selanjutnya, uang Rp30.000 untuk berdua kami tukar dengan karcis Canopy Bridge.

Tangga yang kami naiki ini ternyata dibuat melingkar dan mengelilingi sebuah pohon Bangkirai yang cukup besar. Perlahan-lahan istri saya menaiki beberapa anak tangga untuk sampai keatas. Saya tepat berada dibelakangnya untuk menjaga. Untuk ukuran wanita yang sedang mengandung 4 bulan, saya rasa menaiki anak tangga Canopy Bridge ini tidaklah terlalu sulit. Yang penting sudah ada kemauan terlebih dahulu, setelah itu tinggal dijalani saja. Dan akhirnya, kami pun sudah berada di hadapan jembatan gantung yang menjadi primadona Bukit Bangkirai.

Jembatan Diatas Ketinggian

Sebelum kami mencoba untuk menyebrangi jembatan yang ada didepan kami. Saya dan istri saya memutuskan untuk beristirahat sejenak sambil melihat pemandangan sekitar dari atas ketinggian pohon yang kami naiki. Tampak jelas pemandangan luas Kawasan Bukit Bangkirai ini yang dipenuhi dengan pohon-pohon tinggi. Selain itu, dari sini kami juga melihat bahwa jembatan yang akan kami sebrangi bukanlah satu, tetapi empat jembatan yang dihubungkan pada lima pohon Bangkirai. Panjang total dari Canopy Bridge ini adalah 64 Meter. Dan ternyata, tangga untuk turun kebawah hanya ada pada jembatan terakhir dan kita harus melewati empat jembatan yang ada untuk menemukan tangga turun. Jadinya, siapkan tekad terlebih dahulu sebelum menyeberangi empat jembatan diatas ketinggian 30 Meter.

Mengumpulkan tekad sejenak.

Apa yang istri saya bayangkan ketika melihat jembatan gantung itu? Entahlah. Istri saya memang sedikit takut dengan ketinggian. Saya pun mengakui bahwa saya juga takut ketinggian. Akan tetapi, balik lagi kepada pengertian saya tentang arti keberanian:  

Didalam setiap keberanian yang terlihat, selalu tersimpan rasa takut. Dan didalam setiap ketakutan yang terlihat, selalu tersimpan keberanian. Keraguan, yang diperlukan untuk mengendalikannya adalah terus melangkah.

Yowes, aku duluan yang nyebrang yah. Kamu nyusul nanti kalo aku sudah sampai di pohon depan. Insya Allah, aman.” ucap aku kepada istri untuk sekedar memotivasi.

Saya pun duluan menyeberangi jembatan yang pertama. Perasaan yang saya alami? Saya tersenyum dalam menyeberanginya. Coba deh rasakan sendiri kesini. Terkadang saya berhenti ditengah jembatan, untuk sejenak melihat reaksi istri saya. Bisa ditebak, istri saya masih terlihat takut untuk menyeberangi jembatan. Bahkan, ketika saya sampai diujung jembatan yang pertama, dia masih belum mau menyeberang.

Walau sedang hamil, Istri tetap mencoba Canopy Bridge

Dari seberang jembatan, saya menunggu istri saya untuk menyeberang. Tidak perlu menunggu lama, akhirnya dia memberanikan diri untuk menyeberangi jembatan itu. Pelan-pelan dia melangkah sambil memegang tali pegangan yang ada di jembatan. Saya tertawa ketika melihat istri saya menyeberang. Bagaimana tidak? Mulutnya terlihat komat kamit berdzikir tanpa henti. Ditambah ketika melihat raut wajahnya yang terlihat gugup, berharap ingin cepat sampai di ujung jembatan.

Syukurlah, jembatan pertama bisa kami lalui bersama. Pada jembatan yang kedua, kami mengulangi lagi apa yang terjadi ketika menyeberangi jembatan pertama. Saya menyeberang duluan, kemudian dia menyusul. Terus seperti itu hingga jembatan terakhir yang merupakan jembatan terpanjang diantara 3 jembatan lainnya. Kami merasakan pengalaman yang menyenangkan diatas ketinggian pohon Bangkirai ini. Dan sebelum turun kebawah, kami mencoba untuk menikmati kembali pemandangan yang mengelilingi Kawasan Wisata Alam Bukit Bangkirai.

Canopy Bridge Kawasan Wisata Alam Bukit Bangkirai

Setelah puas diatas, kami pun turun untuk menginjak kembali tanah Borneo. Sesampainya dibawah, kami melihat adanya pengunjung lain yang ingin menaiki Canopy Bridge. Mungkin mereka datang ketika kami sedang menikmati suasana diatas jembatan

Di sekitar lokasi Canopy Bridge, terdapat beberapa informasi-informasi yag bisa kita baca mengenai Bukit Bangkirai. Mulai dari tata tertib, informasi mengenai spesifikasi jembatan dan juga sejarah pembuatan Canopy Bridge ini.

Berikut sekilas sejarah pembuatan yang bisa dibaca apabila kita berada di lokasi Canopy Bridge:

“Setelah dilakukan survey dan pemeriksaan pohon penyangga dan lingkungan. Maka dilakukan pembangunan tahap pertama pada bulan Januari 1998. Selanjutnya dilakukan pembangunan tahap kedua hingga selesai pada bulan Februari 1998. Maka total masa pembangunan adalah satu bulan. Dikerjakan oleh para kontraktor dari Amerika yang tergabung pada Canopy Construction Associated USA sebanyak 6 orang yang bertindak selaku pelaksana langsung dilapangan dengan dibantu oleh tiga tenaga lokal.

Selain kayu, seluruh material yang digunakan dalam pembangunan Canopy Bridge ini adalah merupakan baja anti karat (Galvanized) asal Amerika. Selain itu pula, desain dan konstruksi yang diterapkan merupakan teknologi terbaru dibidangnya. Tentu saja semua itu merupakan suatu usaha untuk menjamin keamanan dan keselamatan pengunjung yang melewatinya. Umur jembatan ini diperkirakan mampu bertahan hingga 15 – 20 Tahun, selaras dengan umur pohon penyangga itu sendiri.

Walaupun keamanan dan keselamatan jembatan ini telah dijamin oleh INHUTANI selaku pemilik, namun ketaatan dan kepatuhan pengunjung untuk mentaati peraturan yang ada tetap mutlak diperlukan bagi kepentingan kita semua”

It’s Your Choice

Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WITA, kami sudah harus bergegas pulang ke Kota Balikpapan. Estimasi waktu perjalanan hingga ke kota Balikpapan adalah 1,5 jam. Kami tidak ingin kemalaman ketika tiba di Kota Balikpapan. Kami masih harus melewati jalan tanah yang bergelombang, 20 KM menuju perempatan Jl. Soekarno Hatta dan 38 KM menuju Jl. Jend. Ahmad Yani. Kami rasa itu tidak menjadi masalah untuk kami berdua.

Kami pun tiba di kota kembali sesuai dengan estimasi waktu 1,5 jam. Alhamdulillah, perjalanan pada liburan hari kedua di Balikpapan bisa kami nikmati bersama-sama. Malamnya, kami menikmati kota Balikpapan sambil menyantap hidangan makanan laut. Dan sesampainya di penginapan, kami sudah mulai sedikit packing barang bawaan kami. Karena esok hari kami sudah harus pulang kembali ke Ibukota Jakarta.

Balikpapan, you might visit it. At least once in your life.

Oh iya, harap diingat bahwa Kawasan Wisata Alam Bukit Bangkirai ini bukanlah terletak di Jl. Soekarno Hatta KM.38, Balikpapan. Kita masih harus menempuh 20 KM lagi dari Jl. Soekarno Hatta KM 38, Balikpapan. Keep It Going!

Info tentang Balikpapan:

http://balikpapan.go.id
http://pariwisata.balikpapan.go.id/

(Haryo Bimo Suryaningprang)